Minggu, 08 November 2009

laporan praktikum biologi laut (avertebrata laut)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17508 pulau dengan panjang garis pantai 81000 km, memilki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar (Bengen, 2001). Sumber daya alam yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan terdiri dari sumberdaya dapat pulih. (renewable resource) seperti perikanan hutan, mangrove, dan terumbu karang maupun sumberdaya yang tidak dapat pulih (non – renewable resource) seperti minyak bumi dan gas mineral serta jasa-jasa lingkungan (Dahuri et al.2001).
Sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir dan lautan ini telah dimanfaatkan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan manusia, baik sebagai mata pencaharian sumber pangan, mineral, energi, devisa Negara dan lain-lain. Agar potensi sumber daya ala mini dapat dimanfaatkan sepanjang masa dan nerkelanjutan diperlukan upaya pengelolaan yang memperhatikan aspek-aspek lingkungan dalam arti memperoleh mamfaat yang optimal secara ekonomi akan tetapi juga sesuai dengan daya dukung dan kelestarin lingkungan. Sehingg dalam pengelolaan tidak hanya memanfaatkan akan tetapi juga memelihara dan juga melestarikannya. (Bengen, 2001).
Wilayah pesisir didefiniskan sebagai wilayah daratan yang berbatasan dengan laut, batas di daratan meliputi derah-daerah yang trgenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proes laut seperi pasang surut, angina laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedemintasi dan mengalirnya air tawar kelaut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi dari kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001).
Wilayah pesisir yang bersifat dinamis dan retan terhadap perubahan lingkungan baik karena prose salami maupun aktivitas manusia. Dalam melakukan berbagai aktifitas unutk mningkatkan tarap hidupnya, manusia melakukan perubahan-perubahan terhadap ekosistem dan sumber daya alam sehingga
berpengaruh terhadap lingkungan diwilayah pesisir (Bengen, 2001).
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari fraktikum ini untuk melatih menusia dalam mengumpulkan data baik melalui pengamatan maupun wawancara khususnya dalam kegiatan menejemen pengolompokan organisme air. Mahasiswa dapat mendefinisikan dan mengetahui jenis-jenis organisme laut antara fhylum yang satu dengan fhylum yang lain. Dan kegunaan dari pratekum ini adalah agqar mahasiswa dapat mempelajari kgiatan mngklasifikasikan suatu organisme yang berbeda dengan cara mencari secara langsung organisme

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Phylum Echinodermata
Echinonermata adalah binatang berkulit duri yang hidup di wilayah laut dengan jumlah lengan lima buah bersimetris tubuh simetris radial. Beberapa organ tubuh echinodermata sudah berkembang dengan baik. Misalnya teripang / tripang / ketimun laut, bulu babi, bintang ular, dolar pasir, bintang laut, lilia laut. Hewan Echinodermata adalah komponen komunitas bentik di lamun yang lebih menarik dan lebih memiliki nilai ekonomi. Lima kelas echinodermata ditemukan pada ekosistem lamun di Indonesia. Dibawah ini urutan Echinodermata secara ekonomi : 1. Holothuroidea (timun laut atau teripang); 2. Echinoidea (bulu babi); 3. Asteroidea (Bintang laut); 4. Ophiuroidea (Bintang Laut Ular); 5. Crinoidea . Dari lima kelas yang ada, Echinoidea adalah kelompok yang paling penting di ekosistem lamun karibia, karena mereka adalah kelompok pemakan yang utama (Lawrance 1975, Greenway 1976).
Echinodermata besar lain seperti Protoreaster, Peintaceraster dan Culcita spp. cenderung pengurai dan pemakan segala dan tidak memakan lamun secara langsung. Di Indonesia, sepanjang Indo-Pasifik, Echinoids, juga ditemukan di padang lamun (Tripneustes gratilla, Diadema setosum dan yang lainnya), agak jarang dilingkungan terumbu karang. Sedangkan pada rataan terumbu karang di daerah intertidal adalah bintang laut bertanduk Protoreaster nodosus dan Linckia laevigata. P. nodosus secara frekuensi sangat melimpah di area yang populasi timun lautnya sudah di eksploitasi secara berlebihan (Salabanka, Komodo).
2.2 Phylum Mollusca
Moluska adalah salah satu kelompok makroinvertebrata yang paling banyak diketahui berasosiasi dengan lamun di Indonesia, dan mungkin yang paling banyak dieksploitasi. Sejumlah studi tentang moluska di daerah subtropik telah menunjukkan bahwa moluska merupakan komponen yang paling penting bagi ekosistem lamun, baik pada hubungannya dengan biomasa dan perannya pada aliran energi pada sistem lamun (Watson et al. 1984).
Telah didemonstrasikan bahwa 20% sampai 60% biomasa epifit pada padang lamun di Filipina dimanfaatkan oleh komunitas epifauna yang didominasi oleh gastropoda (Klumpp et al. 1992). Bagaimanapun, peranan mereka pada ekosistem almun di Indonesia relative belum diketahui. Moluska utama pada padang lamun subtropis adalah detrivor dengan sangat sedikit yang langsung memakan lamun (Kikuchi 1980). Gastropoda cenderung memakan perifiton (Klumpp et al. 1989).
Mudjiono et al. (1992) mencatat 15 spesies moluska (11 gastropoda dan 4 bivalvia) dari padang lamun di Teluk Banten, Barat Daya Laut Jawa. Fauna moluska yang terdapat dalam jumlah sedikit dikumpulkan dari lima lokasi asosiasi yang berbeda, berkisar dari asosiasi Enhalus acoroides monospesifik sampai asosiasi yang terdiri dari tiga spesies, yaitu E. acoroides, Cymodocea serrulata dan Syringodium isoetifolium, sebagaimana asosiasi tujuh spesies yang terdiri dari Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, C. rotundata, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, dan Halophila ovalis. Jumlah keseluruhan, tujuh famili gastropoda (Trochidae, Cerithiidae, Strombidae, Muricidae, Columbellidae, Nassariidae dan Fasciolariidae) serta tiga famili bivalvia (Arcidae, Veneridae dan Mactridae) ditemukan pada asosiasi tersebut. Tidak ada arti ekologis yang dapat dipelajari dari catatan kelimpahan, karena seluruh teluk mengalami overeksploitasi, dan tiga lokasi pengamatan berada dalam jarak dekat pada desa yang besar di Pulau Panjang. Hanya dua spesies gastropoda yang umum ditemukan pada semua lokasi, yaitu Pyrene versicolor dan Cerithium tenellum.
2.3 Phylum Crustacea
Krustasea yang berasosiasi dengan lamun merupakan komponen penting dari jaring makanan di lamun. Bentuk krustase infaunal maupun epifunal berhubungan erat dengan produsen primer dan berada pada tingkatan trofik yang lebih tinggi, karena selama masa juvenil dan dewasa mereka merupakan sumber makanan utama bagi berbagai ikan dan invertebrata yang berasosiasi dengan lamun. Studi analisis gut terbaru dari ikan yang berasosiasi dengan lamun di pesisir selatan Lombok (Pristiwadi 1994), mendemonstrasikan bahwa krustase merupakan sumber makanan dominan.
Kikuchi (1980) menunjukkan bahwa pada ekosistem lamun subtropis, pengkonsumsian lamun oleh invertebrata agak jarang, dan detrivor mungkin mendominasi kebiasaan makan krustase yang berasosiasi dengan lamun. Pada banyak wilayah subtropis kepiting-kepitingan dan isopoda merupakan krustase perumput yang dominan. Nienhuis dan Ierland (1978) menemukan bahwa isopod mengkonsumsi lebih dari 75% tumbuhan di Padang Lamun Eropa. Sampai sekarang, studi yang sama dari Indonesia dirasa belum cukup. Peran Amphipoda gamarid bagi jaring makanan ekosistem lamun belum dapat diperkirakan secara lengkap. Ada beberapa keraguan apakah Amphipoda benar-benar memakan lamun di alam, walaupun telah dibuktikan dengan eksperimen di laboratorium (Kirkman 1978). Kelimpahan epifit dengan nilai nutrisi utama menawarkan krustase kolam sebagai nutrisi alternatif untuk dipilih.
Aswandy dan Hutomo (1988) mencatat 28 spesies krustase di Padang Lamun Teluk Banten. Dua spesies Amphipoda, bernama Apseudeus chilkensis dan Eriopisa elongata, adalah krustase yang paling melimpah pada padang lamun Enhalus acoroides di Teluk Grenyang. Sampai baru-baru ini sedikit penelitian kuantitatif telah dilakukan pada krustase yang berasosiasi dengan lamun. Moosa dan Aswandy (1994) telah menyusun daftar spesies lengkap untuk padang lamun di Kuta dan Teluk Gerupuk di pesisir selatan Lombok. Daftar 70 spesies krustase disusun dari kedua teluk, bagaimanapun, banyak spesimen yang rupanya diambil dari wilayah batuan koral berbatasan dengan padang lamun, sehingga diragukan asosiasi mereka dengan lamun. Dari 70 spesies krustase tersebut, hanya satu jenis udang hipolitid, Tozeuma sp., memiliki adaptasi morfologi khusus sehingga dapat tinggal di padang lamun. Anggota subtropik dari genus ini, Tozeuma carolinense (Caridea), merupakan penghuni umum dari padang lamun disepanjang pesisir timur Amerika serikat, dan berwarna hijau (Barnes 1980).
Padang lamun juga merupakan habitat kritis bagi juvenil Portunus pelagicus, spesies yang bernilai ekonomis. Famili ini (Portunidae), memiliki lima pasang kaki yang beradaptasi untuk berenang, hal ini unik karena sebagian besar kepiting tidak dapat berenang. Kaki beradaptasi sehingga dapat berperan seperti ‘baling-baling’. Kepiting ini menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya dengan mengubur diri dibawah permukaan substrat, dimana mereka mengintai untuk menyergap ikan atau invertebrata yang lewat; tergolong spesies yang sangat agresif. Bagaimanapun, banyak spesies ikan yang dimangsa oleh mereka. Jantan lebih besar daripada betina. Kepiting portunid mempunyai kebiasaan kawin unik, dimana mereka juga berbagi dengan Cacridae. Selama masa kawin, jantan membawa betina dibawah mereka, dengan karapas betina menempel pada sternum jantan. Segala aktifitas dilakukan bersama, bergerak, berjalan dan berenang. Saat betina siap untuk molt (berganti kulit) jantan melepas betina dan kopulasi terjadi sesaat setelahnya. ) (Bell dan Pollard 1989; Coles et al. 1993; Mellors dan Marsh 1993; Watson et al. 1993)

III METODE PRAKTEK
3.1 Waktu dan tempat
Praktikum avertebrata air dilaksanakan dipesisir pantai desa Tondo pada hari sabtu, tanggal 16 April 2008. dimulai pada pukul 06.00 sampai pada pukul 08.00
WITA. Bertempat didesa Tondo kabupaten palu, sulawesi tengah.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalaam praktikum ini adalah ember, pipet, toples, botol dan kertas plastic. Dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah formalin
dan organisme yang diperoleh dari perairan laut.
3.3 Cara Kerja
Pertama-tama praktikum menentukan sutatu lokasi untuk mencari suatu organisme. Setelah itu praktikan turun kesuatu perairan dengan maksud untuk mencari organisme dengan cara menyelam hingga kedasar perairan.. setelah salah satu orgabime ditemukan para praktekansegera diberi lebel padaspesimen tersebut. Itu dilakukan terus menerus hingga organisme terkumpul dari beberapa phylum

IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari peratikum yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai barikut :
4.1.1 Teripang
Fhlum : Echinodermata
Klas : Holothuria
Ordo : Dactylokhirota
Genus : Sphnerothuria
Spesies : Holothuria scabra
Habitat : Ditemukn kurang lebih 20m dari pinggir pantai, tempat
ditemukan Lumpur pasir, hewan lain disekitarnya ikan-ikn
kecil. Dan tumbuhan sekitarnya padqn lamun.
4.1.2 Bintang Laut
Fhlum : Echinodermata
Klas : Asteroida
Ordo : Vaivatida
Famili : Ophidiasteridae
Genus : Linckia
Spesies : Linckia Laevigata
Habitat : ditemukan didaerah kedalaman airnya kurang lebih 2m dari
permukaan air yang ditutupi padang lamun.
4.1.3 Bulu Babi
Fhlum : Echinodermata
Klas : Echonoidea
Ordo : Echinothuridea
Genus : Echinothuria
Spesies : Acanthaster Plancir
Habitat : Ditemukan pada dasar laut yang kedalamannya kurang lebih
3m dari permukaan laut.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Klasifikasi Echinodermata
Hewan Echinodermata berdasrkan bentuk tubuhnya dapat dibagi menjadi 5 klas, yaitu kelas Asteroida, Echinoidea, Ophiuroidea, Crinoidea, dan Holoturoidea.
Asteroida
Asteroida sering disebut bintang laut. Sesuai dengan namanya itu, jenis hewan ini berbentuk binytang dengan 5 lengan. Dipermukaan kulit tubuhnya terdapat duri-duri dengan berbagai ukuran. Hewan ini banyak dijumpai di pantai. Cirri lainya adalah alat organ tubuhnya bercabang keseluruh lengan. Mulut terdapat di permukaan bawah atau disebut permukaan oral dan anus terletak di permukaan atas (permukaan aboral). Kaki tabung tentakel (tentacle) terdapat pada permukaan oral. Sedangkan pada permukaan aboral selain anus terdapat pula madreporit. Madreporit adalah sejenis lubang yang mempunyai saringan dalam menghubungkan air laut dengan sistem pembuluh air dan lubang kelamin.
2. Echinoidea
Jika Anda jalan-jalan di pantai, hati-hati dengan binatang ini karena tubuhnya dipenuhi duri tajam. Duri ini tersusun dari zat kapur. Duri ini ada yang pendek dan ada pula yang panjang seperti landak. Itulah sebabnya jenis hewan ini sering disebut landak laut. Jenis hewan ini biasanya hidup di sela-sela pasir atau sela-sela bebatuan sekitar pantai atau di dasar laut. Tubuhnya tanpa lengan hampir bulat atau gepeng.
Ciri lainnya adalah mulutnya yang terdapat di permukaan oral dilengkapi dengan 5 buah gigi sebagai alat untuk mengambil makanan. Hewan ini memakan bermacam-macam makanan laut, misalnya hewan lain yang telah mati, atau organisme kecil lainnya. Alat pengambil makanan digerakkan oleh otot yang disebut lentera arisoteteles. Sedangkan anus, madreporit dan lubang kelamin terdapat di permukaan atas.
Hewan ini jenis tubuhnya memiliki 5 lengan yang panjang-panjang. Kelima tangan ini juga bisa digerak-gerakkan sehingga menyerupai ular. Oleh karena itu hewan jenis ini sering disebut bintang ular laut (Ophiuroidea brevispinum)
Coba Anda perhatikan gambar di atas! Mulut dan madreporitnya terdapat di permukaan oral. Hewan ini tidak mempunyai anus, sehingga sisa makanan atau kotorannya dikeluarkan dengan cara dimuntahkan melalui mulutnya. Hewan ini hidup di laut yang dangkal atau dalam. Biasanya bersembunyi di sekitar batu karang, rumput laut, atau mengubur diri di lumpur/pasir. Ia sangat aktif di malam hari. Makanannya adalah udang, kerang atau serpihan organisme lain (sampah).
3. Holoturoidea
Hewan jenis ini kulit durinya halus, sehingga sekilas tidak tampak sebagai jenis Echinodermata. Tubuhnya seperti mentimun dan disebut mentimun laut atau disebut juga teripang. Hewan ini sering ditemukan di tepi pantai. Gerakannya tidak kaku, fleksibel, lembut dan tidak mempunyai lengan. Rangkanya direduksi berupa butir-butir kapur di dalam kulit. Mulut terletak pada ujung anterior dan anus pada ujung posterior (aboral). Di sekeliling mulut terdapat tentakel yang bercabang sebanyak 10 sampai 30 buah. Tentakel dapat disamakan dengan kaki tabung bagian oral pada Echinodermata lainnya. Tiga baris kaki tabung di bagian ventral digunakan untuk bergerak dan dua baris di bagian dorsal berguna untuk melakukan pernafasan. Selain itu pernafasan juga menggunakan paru-paru air.
Kebiasaan hewan ini meletakkan diri di atas dasar laut atau mengubur diri di dalam lumpur/pasir dan bagian akhir tubuhnya diperlihatkan. Jika Anda mengganggunya biasanya ia mengkerut.

V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka ditarik kesimpulan bahwa Phylum Echinodermata adalah binatang berkulit duri yang hidup di wilayah laut dengan jumlah lengan lima bagian yang bersimetris tubuh simetri radial. Beberapa organ tubuh Echinodermata sudah berkembang dengan baik. Misalnya teripang atau ketimun laut, bulu babi, bintang ular, dolar pesisir, bintang laut, lilia laut. Hewan Echinodermata berdasarkan bentuk tubuhnya dapat dibagi menjadi 5 klas, yaitu kelas
Asteroida, Echinoidea, Ophiuroidea, Crinoidea, dan Holoturoidea.
5.2 Saran
Praktikum menyarankan apa bila peraktek sementara berlangsung diharapkan kepada dosen pembimbing bias memberi imformasi yang lebih kepada para peraktikum mengenai hal-hal yang bias dilakukan para peraktikan pada tempat yang berbeda sehingga kita dapat membandingkan organisme yang diperoleh dari tempat yang satu ketempat yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Hartog, C.den. 1970. Seagrass of the world. North-Holland Publ.Co, Amesterdam
Kikuchi dan JP Calumpong. 1983. Sea Grass From the Philipines
Thomaschik, T, AJ Mah, Nontji, and MK Moosa. 1997. The Echology of Indonesia Seas Part Two. Periplus Edition.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar